Salam Message


Minggu, 16 Desember 2012

[WAWASAN] Mengenal Salafi


Apa itu Salafi???
Kata salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf. Kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita.
Adapun makna terminologis as-salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah SAW dalam haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka (tabi’in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi’at tabi’in).” (HR. Bukhori dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini, maka yang dimaksud dengan as-salaf adalah para sahabat Nabi SAW, kemudian tabi’in (pengikut Nabi SAW setelah masa sahabat), lalu tabi’at tabi’in (pengikut Nabi SAW setelah masa tabi’in, termasuk didalamnya para Imam Madzhab karena mereka semua hidup di tiga abad pertama sepeninggal Rasulullah SAW). Oleh karena itu, ketiga kurun ini kemudian dikenal juga dengan sebutan Al-Qurun Al-Mufadhdholah (kurun-kurun yang mendapatkan keutamaan). Sebagian Ulama’ kemudian menambahkan label ash-shalih-sehingga menjadi as-salafu ash-shalih- untuk memberikan karakter pembeda dengan pendahulu kita yang lain yang datang sesudah generasi tiga kurun ini (yang kemudian dikenal dengan al-khalaf). Sehingga, seorang salafi berarti seseorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi SAW, tabi’in dan tabi’at tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.
Sampai di sini, tampak jelas bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan arti salafi ini, karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para sahabat Nabi SAW dan dua generasi terbaik umat islam sesudahnya; tabi’in dan tabi’at tabi’in. Atau dengan kata lain seorang muslim mana pun sebenarnya sedikit banyak memiliki kadar ke”salafi’an dalam dirinya,
meskipun ia tidak pernah menggembar-gemborkan pengakuan bahwa ia seorang salafi. Sebab, maksud dari salafi itu sendiri sebenarnya adalah Islam. Begitu juga dengan pengakuan kesalafian seseorang, tidak pernah dapat jaminan bahwa yang bersangkutan benar-benar telah mengikuti jejak para as-salafu ash-shalih. Ini sama persis dengan pengakuan kemusliman siapa pun yang terkadang lebih sering berhenti pada taraf pengakuan belaka.
Namun demikian, saat ini penggunaan istilah Salafi menjadi tercemari. Karena propaganda yang begitu gencar, istilah Salafi saat ini menjadi mengarah kepada kelompok gerakan Islam tertentu, di mana kelompok tersebut getol melakukan klaim dan mengaku-aku sebagai satu-satunya kelompok salaf. Terlebih lagi, mereka cenderung menyimpang dari ajaran Islam yang benar yang dianut oleh mayoritas umat Islam dari sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini.

‘Salafi’ nama lain dari Wahabi
Siapakah sebenarnya kelompok yang mengklaim sebagai ‘Salafi’ yang akhir-akhir ini mulai marak? Kelompok yang sekarang mengaku-aku sabagai Salafi ini, dahulu dikenal dengan nama Wahabi. Tidak ada perbedaan antara Salafi yang ini dengan Wahabi. Kedua istilah itu ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Satu dari sisi keyakinan dan padu dari segi pemikiran. Sewaktu di Jazirah Arab mereka lebih dikenal dengan Wahhabiyah Hanbaliyah. Namun, ketika diekspor ke luar Saudi, mereka mengatasnamakan dirinya dengan ‘Salafi’, khususnya setelah bergabungnya Muhammad Nashiruddin al-Albani, yang mereka pandang sebagai Ulama’ ahli hadits. Pada hakikatnya, mereka bukanlah Salaf. Mereka lebih tepat jika disebut Salafi Wahabi, yakni pengikut Muhammad ibnu Abdul Wahab yang lahir di Uyainah, Najd, Arab Saudi tahun 1115 Hijriah (1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 Hijriah (1792 Masehi). Pendiri Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyah, seorang Ulama’ kontroversial yang hidup di abad ke-8 Hijriyah dan banyak mempengaruhi cara berpikirnya.
Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang “Ahlussunnah” –yang seringnya tanpa diikuti dengan kata “wal jama’ah”-, karena mereka risih dengan penisbatan tersebut dan mengalami banyak kegagalan dalam dakwahnya. Hal itu diungkapkan oleh Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam bukunya, as-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarokah La Madzhab Islami. Dia mengatakan bahwa, Wahabi mengubah strategi dakwahnya dengan berganti nama menjadi ‘Salafi’ karena mengalami banyak kegagalan dan merasa tersudut dengan panggilan nama Wahabi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yakni Muhammad ibnu Abdul Wahab. Oleh karena itu, sebagian kaum muslimin menamakan mereka dengan Salafi Palsu atau Mutamaslif.
Untuk menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah yang sangat terpuji yaitu, memerangi syirik, penyembahan berhala, pengkultusan kuburan dan membersihkan Islam dari bid’ah dan khurafat. Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat dibilang, dalam banyak hal mereka telah keluar dari ajaran Islam itu sendiri.
Tidak ada satu pun riwayat shahih yang sampai kepada kita menerangkan bahwa ada di antara sahabat Nabi SAW, Ulama’ Salaf dan Imam Mujtahid (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Ahmad ibnu Hambal, Imam ats-Tsauriy dan lainnya) yang menyebut diri mereka dan para pengikutnya sebagai kelompok Salafi. Hingga para Imam ahli hadits sekalipun –seperti Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidzi dan yang lainnya-, tidak ada yang menyebut dirinya sebagai Salafi.
Sebagai sebuah bahasa, kata “salaf” –yang berarti pendahulu- sudah lama muncul dalam khasanah pembendaharaan kata dalam agama Islam, bahkan sejak zaman Nabi SAW, tetapi tidak untuk arti “sekelompok orang yang memiliki keyakinan sama” atau sebuahmadzhab dalam Islam. Sebagai contohnya, lihat saja misalkan ucapan salam yang diajarkan Nabi SAW  kepada umatnya saat berziarah kubur yaitu, “Assalamualaikum yaa ahla al-qubur yaghfirullahu lana wa lakum antum salafuna wa nahnu bi al-atsar".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar