Salam Message


Rabu, 26 Desember 2012

[SINOPSIS] HABIBIE & AINUN


Ini adalah kisah tentang apa yang terjadi bila kau menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun.

Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.

Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.

Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu.

Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar; Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?

[WAWASAN] Tugu Jogja, Landmark Kota Jogja yang Paling Terkenal

TUGU JOGJA (Titik 0 km Jogja)
Tugu Jogja memendam makna filosofis tentang semangat perlawanan atas penjajahan dan kini menjadi landmark yang sangat lekat dengan Kota Jogja. Ada juga tradisi memeluk atau mencium tugu ini ketika lulus kuliah.

Tugu Jogja merupakan landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.
Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.
Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.

Selasa, 25 Desember 2012

[SOSOK] MUFASSIR SYAIKH ALI AS-SHOBUNI

Syekh Ali al-Shabuni

Syekh Ali al-Shabuni ditetapkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 oleh DIQA. Nama besar Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M alumnus Tsanawiyah al-Syari’ah. Syekh al-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Syaikh Al-Shabuni sudah hafal Alquran. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian al-Shabuni.

A. Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Syaikh Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti SyaikhMuhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad al-Shama, Syaikh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.

B. Aktivitas Pendidikan
Untuk menambah pengetahuannya,Syaikh Ali al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar,Syaikh al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madr`sah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo.

Kamis, 20 Desember 2012

[BUKU] Kisah Inspiratif dari Para Santri Berprestasi

Cover Buku Success Story Santri CSS MoRA
Judul: Impian Hebat, Kisah Sukses Meraih Beasiswa
Penerbit: Penerbit Matapena  
Editor:Lianni Qanita
Penata isi: Imam Adolide
Tahun Terbit: Cet I, November, 2012
Tebal Halaman: xii + 184 halaman
ISBN: 979- 25-5384-3
Peresensi; Noor Aflah

Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Matapena yang berkerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI ini memuat berbagai kisah nyata perjalanan para santri dalam berkhidmat dan membangun impian mereka sejak di pesantren hingga bisa berkuliah lantaran mendapatkan beasiswa dari Kemenag RI melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). PBSB merupakan sebuah beasiswa yang ditujukan bagi santri yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk mengikuti program pendidikan perguruan tinggi. 

Program beasiswa ini dicetuskan karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa untuk bisa masuk ke perguruan tinggi bagi kaum santri “berprestasi” yang sulit. Apalagi untuk bisa lewat jalur beasiswa. Dari situlah, maka Kemenag RI melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ditjen Pendidikan Islam berinisiatif dengan mengupayakan sebuah program beasiswa bagi mereka, yakni dengan program PBSB. (hal. vii). 

Ada dua puluh lima cerita yang ditulis dalam buku ini. Kesemuanya sungguh inspiratif. Satu cerita dengan cerita lainnya mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Kita ambil contoh saja, Ufiq Faisol Ahlif, seorang santri dari Pesantern AT-Thullah TBS Kudus.

Sejak menitih studi di MA atau setara dengan SMA, ia selalu diliputi persaan galau antara terus untuk mondok atau “ngampus” di perguruan tinggi. Baginya –sebelum masuk PBSB-, kuliah hanya akan berorientasi pada kehidupan duniawi saja, dan tidak ada lagi ilmu-ilmu agama yang menghiasi hari-hari perkuliahan. Maka dari situ, saat itu ia memilih untuk melanjtukan ke pesantren. Selain itu, juga ada satu syarat lagi yang harus Ufiq patuhi ketika ia ingin kuliah. Yakni sang orang tua yang tak mau membiayai kuliahnya (hal. 113).

Sejak saat itu, setelah selesai sekolah maupun pada jam-jam kosong, Ufiq selalu menyempatkan diri pergi ke warnet untuk mencari informasi tentang pesantren dan beasiswa untuk kuliah. Karena untuk pesantren telah di pasrahkan ke orang tuanya, maka ia lebih fokus untuk mencari informasi beasiswa di perguruan tinggi-perguruan tinggi (hal. 114).

Tak terasa 2 tahun telah terlewati. Masa studi Ufiq di MA pun tengah memasuki akhir tahun. Teka-teki masa depan kehidupannya mulai menemui titik terang. Ada kabar bahwa tiga orang kakak kelasnya masuk dalam seleksi beasiswa PBSB. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak mereka.

Pada bulan Februari 2010, guru bahasa Inggris sekaligus wakil kepala sekolah bidang Humas dan Sarpras mengumumkan: “Pendaftaran beasiswa Pekapontren 2010 telah dibuka, bagi siswa yang ingin mengikutinya silahkan menghubungi Pak Qomari dan segera melengkapi persyaratan administrasinya”. Mendengar pengumuman itu, Ufiq pun menghela nafas dan berujar: “inilah jalan saya” (hal. 115).

Ada 13 orang tercatat yang telah mendaftar, sehingga guru yang bertugas harus lembur mengumpulkan persyaratan yang harus dipenuhi mengingat waktu tak seleksi tak lama lagi. Tak pelak, Ufiq dan 13 tahun pun harus ikut lembur membantu menyiapkan persyaratan-persyaratan tersebut.

Singkat cerita, tibalah waktu seleksi. Ufiq bersama 13 orang temannya pergi ke Semarang (tempat seleksi regional tengah). Tes seleksi dilakukan seharian penuh. Tak ada waktu buat peserta untuk merilekskan diri apalagi untuk belajar. Lelah tiada tara nampak jelas diraut muka seluruh peserta. Tak terkecuali Ufiq. Dalam kondisi seperti itu Ufiq hanya bisa pasrah dan semoga diberikan yang terbaik (hal. 117).

Jam 17.00 WIB lebih tes seleksi baru selesai. Pulanglah Ufiq dan 13 temannya ke Kudus dengan diringi rasa capek yang tak terhingga. Namun semua itu tak sia-sia. Akhirnya semua usahanya berbuah manis. Seminggu sebelum hari pengumuman hasil seleksi, ia mendapatkan SMS dari teman yang isinya: “selamat kepada Ufiq faisol ahlif yang diterima beasiswa PBSB di UPI Bandung”. Tak bisa dibayangkan betapa bahagianya Ufiq pada saat itu.

Begitulah kira-kira kisah para santri menggapai mimpi yang tertuang dalam buku ini. Lain halnya dengan Ufiq, Isma Noor Fitria –santrwati asal Banjarbaru, Kalsel- yang harus bekerja ekstra keras dalam MQK (Musabaqah Qira’at al-Kutub) di pesantrennya hanya untuk bisa mendapatkan beasiswa ini (hal. 65). 

Begitu juga dengan Hamas seorang santri generasi pertama di kota Padang yang lolos seleksi di tingkat Sumatra Barat untuk maju ke level nasional dalam Olimpiade Sains Nasional. Walaupun akhirnya tidak lolos namun terus optimis dan membangun impian barunya. Dan akhirnya diterimalah ia kuliah di ITB jurusan Teknologi Industri melalui program beasiswa ini (ha. 79). Begitu inspiratif. 

Kisah-kisah yang ditulis langsung oleh para penerima beasiswa PBSB dalam buku ini bak sebuah gambaran riil karakteristik santri dengan segala pahit getir perjuangannya menggapai cita. Dengan bahasa yang renyah, buku ini rasanya telah membuktikan bahwa santri pun juga bisa dan mampu bersaing dengan pelajar lainnya dalam menempuh studi di perguruan tinggi.

Santri pun bisa menulis. Santri pun punya impian hebat. Santri pun bisa sukses. Selamat membaca!

Rabu, 19 Desember 2012

[SOSOK] PENDIRI PESANTREN MANBA’UL HIKAM


KH. MOH. KHOZIN MANSHUR;
KYAI BERDARAH ARYA PENANGSANG
Asal Usul Nasab
KH. MOH. KHOZIN MANSHUR bersama istri
Muhammad Khozin Manshur adalah putera kesepuluh dari pasangan KH. Muhammad Manshur – Hj. Maimunah binti Nur Syam bin Abdul Hafidz (Mbah Kampil). Lahir di Desa Mayangang kecamatan Peterongan (Jogoroto) kabupaten Jombang pada tahun 1912 M atau 1331 H. Dilihat dari segi nasab (asal-usul keturunan), KH M Mansur bukanlah nasab orang biasa. KH M Mansur biasa disebut dengan Abdul Bakir bin Arya Reja bin Arya Kromo bin Arya Penangsang bin Pangeran Sekar Seda Lepen.
Dalam Babat Tanah Jawi, Pangeran Sekar adalah adik Pangeran Sabrang Lor, Adipati (Y) Unus, raja Demak ke-2 sesudah Raden Patah. Setelah wafatnya Adipati Unus, Pangeran Sekar meninggal dunia dalam usia muda karena dibunuh oleh sekelompok ‘orang misterius’ suruhan Sunan Prawata (anak Raden Trenggono), saat Pangeran Sekar dalam perjalanan pulang dari masjid menuju rumahnya. Kematiannya ditafsirkan oleh para sejarahwan bermuatan politis yaitu terkait dengan suksesi kepemimpinan kesultanan Demak. Jika Pangeran Sekar dibiarkan hidup dikhawatirkan tahta Demak akan pindah ke tangannya. Jasad beliau lalu dilemparkan ke sungai. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda Lepen (Pangeran Sekar yang wafat di sungai). Pasca kematian Pati Unus dan Pangeran Sekar, kerajaan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, pamannya Pangeran Sekar. Sultan Trenggono adalah ayah dari Sunan Prawata.
Saat tragedi berdarah itu terjadi, Pangeran Sekar telah mempunyai anak laki-laki yang bernama Arya Penangsang. Pasca kematian ayahnya, Arya Penangsang diasuh dan dididik oleh Sunan Kudus sebab Sunan Kudus adalah disamping sebagai wali (tokoh agama) juga menjadi penasehat raja dalam urusan kemiliteran. Oleh karena itu, Arya penangsang terkenal sangat sakti dan emosional.
Sepeninggal Sultan Trenggono, Arya Penangsang berniat merebut tahta kerajaan

Minggu, 16 Desember 2012

[WAWASAN] Mengenal Salafi


Apa itu Salafi???
Kata salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf. Kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita.
Adapun makna terminologis as-salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah SAW dalam haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka (tabi’in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi’at tabi’in).” (HR. Bukhori dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini, maka yang dimaksud dengan as-salaf adalah para sahabat Nabi SAW, kemudian tabi’in (pengikut Nabi SAW setelah masa sahabat), lalu tabi’at tabi’in (pengikut Nabi SAW setelah masa tabi’in, termasuk didalamnya para Imam Madzhab karena mereka semua hidup di tiga abad pertama sepeninggal Rasulullah SAW). Oleh karena itu, ketiga kurun ini kemudian dikenal juga dengan sebutan Al-Qurun Al-Mufadhdholah (kurun-kurun yang mendapatkan keutamaan). Sebagian Ulama’ kemudian menambahkan label ash-shalih-sehingga menjadi as-salafu ash-shalih- untuk memberikan karakter pembeda dengan pendahulu kita yang lain yang datang sesudah generasi tiga kurun ini (yang kemudian dikenal dengan al-khalaf). Sehingga, seorang salafi berarti seseorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi SAW, tabi’in dan tabi’at tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.
Sampai di sini, tampak jelas bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan arti salafi ini, karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para sahabat Nabi SAW dan dua generasi terbaik umat islam sesudahnya; tabi’in dan tabi’at tabi’in. Atau dengan kata lain seorang muslim mana pun sebenarnya sedikit banyak memiliki kadar ke”salafi’an dalam dirinya,

Jumat, 14 Desember 2012

[PUISI] INDAHNYA PAGI


by: Tiara (2012)
setitik embun membasahi kuntum mawarku
bagaikan pelangi di pagi hari
yang membayang dari sungai suci
segar harum semerbak
menyebar wangi di tamanku
kuhirup udara segar
kucium mawar itu
alangkah gembirnya hatiku
                                      di pagi ini
matahari yang ungu mulai bersinar
          angin semilir lembut membelai rambutku
       kicauan burung menambah semarak
       indahnya pagi

[SAJAK] Seabad Abah Khozin (1912-2012)

KH. Moh. Khozin Mansur rohimahullah
(Pendiri PP Manba'ul Hikam, Sidoarjo)

Gemuruh duka santri,
kini
nian senja.
Resah membaur tepian lembar sukma
.
Sekilas
duka,
lara
melanda pesantren tercinta.
Butir-butir luka
dalam selimut
dzurriyyahmu.

Lihatlah kini,
Manba’ul Hikam,
semenjak kau tinggalkan.
Kami seakan kehilangan arah.
Redup sudah cahaya itu.

[WAWASAN] SEJARAH PERCETAKAN AL-QUR’AN DI BARAT

Oleh: Ahmad Zainal Musthofah*
Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan 9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya cetakan tersebut musnahkan.
Namun informasi lain menyatakan bahwa lain. Konon, cetakan al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Bayazid II (1447 atau 8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut.
Pelarangan peredaran al-Qur’an sudah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, al-Qur’an boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan atas kebenaran isi al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah al-Qur’an. Terjemah al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada 1543 M.