Salam Message


Kamis, 22 November 2012

[OPINI] Kekerasan Atas Nama Agama; Film “Innocence of Muslims”


Oleh:
Ali Muazis*
Pengantar
            Innocence of Muslims, sebelumnya berjudul Innocence of Bn Laden adalah sebuah film Amerika Serikat beranggaran rendah tahun 2012 yang bertemakan anti-Islam. Film ini diproduseri oleh seorang Koptik bernama Nakoula Basseley Nakoula. Sebulan setelah pemutaran perdananya (segaligus satu-satunya) di Vine Theathre, Hollywood, dua trailer film diunggah di Youtube pada bulan Juli 2012.
            Sky News menyatakan film ini adalah film “anti-Islam” dan dirancang untuk membuat marah umat Muslim. Menurut kantor berita Reuters, trailer film ini menggambarkan Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang “bodoh, hidung belang dan penipu agama”. NBC News juga menulis dalam film ini, Muhammad digambarkan sebagai “cassanova, homoseksual, dan pelaku pelecehan anak”.
            Film ini dibuka dengan Muslim Mesir yang membakar rumah umat Kristen Mesir, sementara pasukan Mesir hanya berdiri menyaksikan. Adegan berikutnya kembali ke zaman Nabi Muhammad saw. Istrinya, Khadijah ditunjuk untuk membuat Al-Qur’an berdasarkan ayat-ayat Penjanjian Lama dan dan Perjanjian Baru. Pengikut Nabi Muhammad saw. digambarkan sebagai “pembunuh biadab yang haus kekayaan dan bertekad membunuh semua perempuan dan anak-anak. Dalam salah satu kutipan di trailer, Nabi Muhammad saw. mendapat wahyu yang digambarkan sebagai seekor keledai. Majalah Time menulis bahwa film ini juga menggambarkan bahwa Nabi Muhammad saw. memiliki sisi “homoerotis”.[1]  

Reaksi Atas Film “Innocence of Muslims”
            Protes atas Film “Innocence of Muslims” terjadi di Libya, Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya J Christopher Stevens dan tiga konsulat AS menjadi korban dalam insiden Benghazi (11/09/2012). Sedikitnya 18 pegawai AS dan aparat keamanan local setempat mengalami luka-luka.[2] Setelah insiden di Benghazi, Protes juga terjadi di Yaman, sekitar 5000 orang berunjuk rasa menyerbu kedutaan Amerika Serikat.[3] Unjuk rasa juga terjadi di Pakistan, Australia, Inggris dan lain-lain.

Kamis, 15 November 2012

[OPINI] SANTRI; Agent of Change


Oleh: Ahmad Zainal Musthofah*

“Kondisi yang heterogen dalam dunia pondok pesantren memberikan sebuah peluang pembelajaran yang multikural, baik pendidikannya maupun dalam pergaulan masyarakat pesantren. Dengan  kondisi yang multikultural, proses interaksi dengan orang lain, dan mempelajari watak dari setiap orang memberikan peluang setiap orang untuk berkembang, baik cara berpikir, bertingkahlaku, dan memutuskan sesuatu.”

Sepanjang pengetahuan yang telah tersebar selama ini di kalangan akademisi, aktivis, intelektualis, sepertinya hanyalah mahasiswa yang 'paling pantas' diposisikan sebagai penyandang gelar istilah agent of change (agen perubahan). Padahal, stigma tersebut juga berpotensi besar dimiliki oleh lembaga pendidikan non-formal yang berbasis keagamaan, seperti halnya pondok pesantren. Nilai-nilai sejarah perjuangan panjang nenek moyang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, demi kepentingan politik ada yang rela membangun doktrin sejarah bahwa, perjuangan politik mencapai kemerdekaan tidak lebih dari perjuangan bersenjata.
Peran penting lembaga berbasis keagamaan ini dalam sejarah nasional yang pantasnya mendapat penghargaan besar. Tapi, kenapa justru mendapat ketidak-aku-an pemerintah. Dalam konteks perjuangan melawan pemerintah kolonial, pesantren mampu mencetak pejuang-pejuang pergerakan nasional, seperti halnya, tokoh-tokoh; Soekarno, Sjahrir, dan Bung Tomo dengan organisasinya Boedi Utomo yang melahirkan kesepakatan bersama para pemuda-pemudi dalam wadah Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober. Lebih parah lagi, lembaga berlatar belakang tradisi multikultural ini sempat pula dicurigai sebagai sarang kejumudan,

[OPINI] Koruptor; Penjajah Masa Kini


Oleh: Ahmad Zainal Musthofah*
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” 
(Bung Karno)

Agaknya hal inilah yang saat ini mendera bangsa Indonesia. Bukan musuh dari luar melainkan bangsa Indonesia itu sendiri yang menjadi musuh untuk satu sama lain.  
Memasuki bulan November, aura kebangsaan dan kepahlawanan sudah sangat terasa di Indonesia. Itu disebabkan karena setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Pada tanggal itu, pemerintah dan instansi-instansi terkait di dalamnya akan menyelenggarakan upacara dan mengheningkan cipta sejenak untuk mengenang pengabdian para pahlawan yang berperang bertaruh nyawa untuk kemerdekaan Indonesia. Ditetapkannya tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan, karena pada tanggal tersebut para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara penjajah di Surabaya.

Pertempuran ini merupakan simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap penjajah. Kini zaman penjajahan telah berlalu. Bangsa Indonesia telah merdeka dari jeratan agresor bangsa asing. Namun harus diakui dengan jujur bahwa bangsa ini pada hakikatnya belum sepenuhnya merdeka. Hal ini mengingat banyaknya problematika yang sangat pelik yang melilit dan menjajah bangsa ini, mulai dari kemiskinan hingga tindakan korupsi yang tak kunjung henti. Bangsa ini masih dijajah oleh para koruptor yang sesungguhnya adalah “putra-putri” bangsa ini.