Salam Message


Rabu, 19 Desember 2012

[SOSOK] PENDIRI PESANTREN MANBA’UL HIKAM


KH. MOH. KHOZIN MANSHUR;
KYAI BERDARAH ARYA PENANGSANG
Asal Usul Nasab
KH. MOH. KHOZIN MANSHUR bersama istri
Muhammad Khozin Manshur adalah putera kesepuluh dari pasangan KH. Muhammad Manshur – Hj. Maimunah binti Nur Syam bin Abdul Hafidz (Mbah Kampil). Lahir di Desa Mayangang kecamatan Peterongan (Jogoroto) kabupaten Jombang pada tahun 1912 M atau 1331 H. Dilihat dari segi nasab (asal-usul keturunan), KH M Mansur bukanlah nasab orang biasa. KH M Mansur biasa disebut dengan Abdul Bakir bin Arya Reja bin Arya Kromo bin Arya Penangsang bin Pangeran Sekar Seda Lepen.
Dalam Babat Tanah Jawi, Pangeran Sekar adalah adik Pangeran Sabrang Lor, Adipati (Y) Unus, raja Demak ke-2 sesudah Raden Patah. Setelah wafatnya Adipati Unus, Pangeran Sekar meninggal dunia dalam usia muda karena dibunuh oleh sekelompok ‘orang misterius’ suruhan Sunan Prawata (anak Raden Trenggono), saat Pangeran Sekar dalam perjalanan pulang dari masjid menuju rumahnya. Kematiannya ditafsirkan oleh para sejarahwan bermuatan politis yaitu terkait dengan suksesi kepemimpinan kesultanan Demak. Jika Pangeran Sekar dibiarkan hidup dikhawatirkan tahta Demak akan pindah ke tangannya. Jasad beliau lalu dilemparkan ke sungai. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda Lepen (Pangeran Sekar yang wafat di sungai). Pasca kematian Pati Unus dan Pangeran Sekar, kerajaan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, pamannya Pangeran Sekar. Sultan Trenggono adalah ayah dari Sunan Prawata.
Saat tragedi berdarah itu terjadi, Pangeran Sekar telah mempunyai anak laki-laki yang bernama Arya Penangsang. Pasca kematian ayahnya, Arya Penangsang diasuh dan dididik oleh Sunan Kudus sebab Sunan Kudus adalah disamping sebagai wali (tokoh agama) juga menjadi penasehat raja dalam urusan kemiliteran. Oleh karena itu, Arya penangsang terkenal sangat sakti dan emosional.
Sepeninggal Sultan Trenggono, Arya Penangsang berniat merebut tahta kerajaan sebab saat di usia dewasa Arya Penangsang hanya menjadi adipati di wilayah Jipang. Untuk itu, ia harus menghabisi Prawata serta Pangeran Hadiri atau Adipati Kalinyamat, yang melindungi Arya Penggiri, anak Prawata. Untuk merealisasi tujuan-tujuan di atas, Arya Penangsang harus berhadapan, berkonflik politis dan militer dengan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana). Dalam menghadapi tantangan dari Arya Penangsang, Jaka Tingkir harus mengerahkan banyak tenaga, pikiran dan taktik-taktik licik sehingga Jaka Tingkir harus memanggil Ki Gede Pemanahan, Ki Juru Mertani dan Sutawijaya.
Dalam konflik politis dan militer itu, akhirnya Arya Penangsang dapat dikalahkan dan dibunuh oleh Sutawijaya, prajurit andalan dan anak angkat Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Dalam pertempuran itu, Arya Penangsang tertombak lambungnya oleh tombak pusaka Kyai Plered. Konon, dalam kondisi kritis seperti itu, Arya Penangsang masih mampu “menyangsangkan” (menyampirkan) uraian-uraian ususnya pada hulu kerisnya.
Menikah dengan Hj. Maimunah, KH M Manshur meempunyai 14 anak dan anak yang ke-10 bernama Muhammad Khozin Manshur. Adapun nama-nama saudara Muhammad Khozin Mansur yang dapat diidentifikasi adalah Khudhori, Ahmad, Shiratun, Ma’sum, Mas’amah, Minhaj, Nur Salim, Mu’minah.
Selain menikah dengan Hj. Maimunah, KH M Mansur menikah juga dengan Shofiyah. Pernikahan dengan isteri kedua ini melahirkan anak antara lain Ruqoyyah, Yasin, Abdul Hadi. Pada jalur pernikahan dengan Ibu Shofiyah ini muncul mantan tokoh Ketua Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur 1998-2003, Drs H Choirul Anam, namun sejak tahun 2007 ia keluar dari PKB dan bersama-sama kyai-kyai sepuh Jawa Timur dan nasional membentuk Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar