Oleh: Ahmad Zainal Musthofah*
Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa
dan bagaimana al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun
mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the
moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg
sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah
dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan
9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana
Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan
bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya
cetakan tersebut musnahkan.
Namun informasi lain menyatakan bahwa lain.
Konon, cetakan al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan
dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk
menjual produknya (al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan
hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang
yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Bayazid II (1447 atau
8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan
buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti
lebih lanjut.
Pelarangan peredaran al-Qur’an sudah berlangsung
berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, al-Qur’an
boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan
atas kebenaran isi al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah al-Qur’an.
Terjemah al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada
1543 M.
Terjemahan al-Qur’an bahasa Latin dipersiapkan di
Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh seorang native
Arab dan diedit oleh teolog Zurich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari
tiga bagian: al-Qur’an itu sendiri; sejumlah pembuktian kesalahan al-Qur’an
oleh sarjana terkemuka; dan sejarah Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak
ulang pada 1550 M.
Ada juga cetakan-cetakan bagian al-Qur’an, yakni
Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas
Epernius (1584-1624) pada 1617 di Leiden. Awalnya Surah Yusuf dijadikan sebagai
bahan latihan untuk pelajaran bahasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah
mendidirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian
type’, sebuah landmark dalam sejarah tipografi Eropa tentang Arab.
Pencetakan al-Qur’an berikutnya dilakukan di
Hamburg pada 1694 oleh Abraham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar
dengan bahasa Latin. Empat tahun kemudian, yakni 1698, al-Qur’an cetakan edisi
lain diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini
dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam
oleh Ludovico Maracci.
Pada tahun 1701 orientalis Andreas Acoluthus dari
Breslau mempublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot al-Qur’an, yang
di dalamnya di mencetak Surah Pertama al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia dan
Turki.
Pada tahun 1787, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina
Catherin II menyuruh agar al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, seperti
toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengakses
kitab suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam
dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi
ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798.
Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman. Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani.
Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman. Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani.
Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya.
Di kota Volga, Kazan, al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1801 (ada pula
yang menyatakan pada tahun 1803). Persia (Iran) mulai mencetak al-Qur’an pada
tahun 1838. London pada tahun 1833. India pada tahun 1852, dan Istanbul pada
tahun 1872.
Pada tahun 1834, al-Qur’an dicetak di Leipzig dan
diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel. Mungkin cetakan al-Qur’an
yang lebih baik tinimbang edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa
sebelumnya. Edisi ini dilengkapi dengan concordance (pedoman penggunaan)
al-Qur’an yang dikenal dengan 'Flugel edition'. Terjemahan Flugel membentuk
fondasi penelitian al-Qur’an modern dan menjadi basis sejumlah terjemahan baru
ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian
dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893.
Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak
kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai dengan yang
digunakan umat Islam umumnya.
Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai laki kerja percetakan pada 1819 dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).
Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai laki kerja percetakan pada 1819 dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).
Namun pencetakan al-Qur’an di Mesir baru dimulai
tahun antara 1923-1925. Edisi ini dicetak dengan percetakan modern. Edisi Mesir
ini menjadi mushaf standar dimana bacaan al-Qur’an sudah diseragamkan. Edisi
Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Alquran (qiraat) yang beredar
sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu
versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni
masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs
dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang
banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs
dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah
yang memprakarsainya.
Di Asia Tenggara, al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan.
Di Asia Tenggara, al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan.
Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali
Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai
huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang
kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960).
Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam
berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id
Nursi di Berlin (Jerman).
Mulai abad ke-20 pencetakan al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.
Mulai abad ke-20 pencetakan al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.
Semenjak edisi Raja Fadh INI, al-Qur’an mulai
dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan
penambahan keterangan-keterangan lainnya, sebagaimana yang kita temukan
sekarang ini.
Wallahu A’lam
***
*Santri Manba'ul Hikam Sidoarjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar