Pada awal
berdirinya Hari Kamis Pahing, 6 September 1990.Pesantren Salafiyah Sabiilul
Muttaqiin diberinama oleh Khadlrotusy Syekh KH. Akhmad Musaddad Faqih
Al-Bantani ( Pengasuh Pesantren As- Salafiyah Banten dan Mursyid Thoriiqoh Al –
Qodiriyyah wan naqsyabandiyyah ) dengan
Majelis Dzikir dan Jurus Pemahaman Sabiilul Muhtadiin. Majelis ini dirintis
mulai tahun 1986.
Majelis ini
dirintis dan didirikan Oleh KH. Roikhan
Zainal Arifin Al Makky yang kemudian oleh para santri saat ini dipanggil dengan
panggilan Abah ( Ayahanda ).Dari garis Ibu beliau adalah cicit / buyut dari
Simbah Ketib Cendono( Reh Kawedanan Kapengulonan Karaton Ngayogyakarto
Hadiningrat) KH. ‘Abdush-Shomad Dipodiningrat, sedang dari garis ayah beliau
adalah cicit / buyut dari Sayyid.
‘Abdurrokhman Bad.
Santri /
jama’ahnya pada saat itu sebagian besar sudah berkeluarga dan berasal dari berbagai kalangan seperti ;
Guru, Pegawai Negeri, Mahasiswa, Wiraswasta, buruh, ABRI – POLRI, dan lebih
khusus adalah orang orang yang masih suka melakukan Bid’ah dan Syirik serta
orang – orang yang dikategorikan sebagi pelaku kejahatan dan pelaku segala
bentuk kemakshiyatan yang ingin bertobat dan mencari pencerahan jiwa.
Amaliyahnya
dilaksanakan rutin tiap malam Kamis di dalam majelis ini adalah dzikir Qodiri
dan Naqsyabandi seperti yang pernah dipelajari oleh Abah pada guru – guru yang
terdahulu, Khusunya kepada Khadlrotusy Syekh KH. Utsman Abidin ( Pesantren Al – Markhamah, Petamburan,
Jakarta ) seorang Ulama sekaligus Mursyid Thoriiqoh Qoodiriyyah
Naqsyabandiyyah.
Pertengahan
tahun 1992 kegiatan amaliyah rutin untuk sementara waktu berhenti ( Vakum )
karena berbagai macam kesibukan dan tugas
dari para santri, dan abah sendiri waktu itu juga melanjutkan untuk
mengaji. Namun disepakati oleh para santri pertemuan / amaliyah dilaksanakan
hanya pada setiap Malam Kamis
Pahing ( 35 hari sekali ), dengan
maksud agar supaya jangan sampai terputus Silaturrakhim.
Pada tahun
1996 diadakan usaha perintisan kembali setelah Abah selesai mengaji ilmu
Mu’amalah kepada Khadlrotusy Syekh KH. Khozin Mansur ( Pesantren Mamba’ul
Khikam, Tanggul Angin Sidoarjo Jawa Timur ) dengan cara mengumpulkan santri
yang sudah ada, namun tidak berhasil dikarenakan banyak yang sudah keluar dari
wilayah DIY dan bahkan ada pula yang sudah meninggal dunia.